Guru mempunyai peran
yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional, khususnya
di bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan sebagai tenaga profesi yang
bermartabat dan profesional, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 14 tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 bahwa: Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Selanjutnya dalam Bab II Pasal 2 diuraikan tentang
kedudukan guru sebagai berikut : (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai
tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat
pendidik. Kemudian dalam pasal 4 diamanatkan bahwa ”Kedudukan guru sebagai
tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional.” Dan dalam penjelasan atas bab II
pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 tentang guru dan Dosen dijelaskan bahwa
”Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya
dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi,
dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan
jenjang pendidikan tertentu.” Serta penjelasan bab II pasal 4 “Yang
dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent)
adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu,
perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta
didik.”
1. Istilah
Guru Pada Zaman Purba
Sebelum nenek moyang kita yang
berasal dari daerah Yunan (Tiongkok) menetap di Indonesia, disini sudah
ada kebudayaan yakni kebudayaan penduduk asli, yang disebut kebudayaan
palaeolitis (palaeos = lama, tua), seperti yang dijumpai pada orang-orang kubu,
Wedda dan Negrito (hal ini tidak banyak diketahui orang). Kebudayaan
Indonesia asli mungkin merupakan campuran antara kebudayaan Melayu dan
kebudayaan Palaeolitis. Kebudayaan Indonesia asli (kebudayaan nenek moyang kita
± 1500 sebelum, Masehi) disebut kebudayaan Neolitis (Neos = baru ). Sisanya
masih kita jumpai di pedalaman Kalimantan dan Sulawesi.
Keadaan
pendidikan pada zaman ini belum ada pendidikan secara formal. Pendidikan pada
masa itu dilaksanakan hanya dalam lingkungan keluarga (dianggap sudah memenuhi
kebutuhan). Yang menjadi pendidik terutama sekali ayah dan ibu. Ayah
mengajarkan pengetahuan dan kepandaian yang ada padanya, kepada anak laki-laki,
dan ibupun berbuat demikian pula kepada anak perempuannya. Selain itu pada
waktu itu juga ada dua golongan manusia yang mempunyai kecakapan istimewa,
yaitu pandai besi dan dukun, mereka itu begelar Empu. Pandai besi adalah
seorang ahli dalam pengetahuan dunia, sedangkan dukun adalah akhli dalam
pengetahuan maknawiah. Para Empu itu dapat pula disebut Guru, karena merekalah
yang menjadi guru. Umumnya yang berguru padanya sangat terbatas, terutama
anak-anaknya sendiri. hal tersebut dikarenakan tujuan pendidikan pada saat itu
adalah supaya anak-anaknya itu kelak dapat memegang kekuasaan dalam masyarakat
sebagai manusia yang mempunyai kecakapan istimewa. Selain itu manusia yang
dicita-citakan yaitu manusia yang mempunyai semangat gotong royong, manusia
yang menghormati para Empu, serta manusia yang taat akan adap.
2. Istilah Guru Pada Kerajaan Hindu Budha
Menurut
teori Van leur ditegaskan pada abad-abad permulaan terjadilah hubungan
perdagangan antara orang-orang Hindu dari India dengan orang-orang Indonesia.
Untuk menjadi pedagang pada masa itu sukar sekali, karena banyak rintangannya,
misalnya ; bajak laut dan banyak lagi resiko lainnya. Oleh karena itulah hanya
Ketua Adat yang dapat menjadi pedagang, karena dialah yang bermodal besar.
Kalau waktu itu orang berdagang, maka pedagang itu mempunyai sifat-sifat
diplomatik. Ia mencari hubungan diplomatik dengan luar negeri. Hubungan itu
penting sekali artinya bagi kelancaran perdagangan.
Orang
India memperkenalkan kebudayaan, bahasa, tulisan, dan agama mereka kepada nenek
moyang kita. Setelah cukup banyak yang beragama Hindu, mulailah bermunculan
pendatang yang antara lain bermaksud menetap. Mereka mulai memperkenalkan
system pemerintahan yang sesuai dengan agama mereka. Maka berdirilah
kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia Mungkin sekali ketua - ketua adat. dari
berbagai suku bangsa kita yang sudah beragama Hindu, kemudian mengangkat diri
sebagai raja-raja secara lokal.
Sedangkan
keadaan pendidikan pada masa hindu-budha ini yaitu berupa
pendidikan formal. Pendidikan formal tersebut terjadi di kerajaan-kerajaan Tarumanegara, Kutai sudah berkembang Tenaga Pendidik/Guru. Yang mula-mula menjadi guru pada zaman itu adalah kaum Brahmana.Brahmana menjadi manusia istimewa, mereka menggantikan para Empu di Indonesia. Para Empu kemudian segera belajar kepada Brahmana. Baru setelah itu Empu-Empu itu menjadi guru dan mengganti kedudukan Brahmana. Pada zaman itu pula guru terbagi menjadi dua macam yaitu guru keraton, yaitu golongan yang dijamin. Dan guru pertapa, yaitu menginsafi tugasnya. Murid-murid guru keraton bukan anaknya atau rakyat jelata, tetapi keturunan para Brahmana, anak para bangsawan dan raja (Kasta Ksatrya).
pendidikan formal. Pendidikan formal tersebut terjadi di kerajaan-kerajaan Tarumanegara, Kutai sudah berkembang Tenaga Pendidik/Guru. Yang mula-mula menjadi guru pada zaman itu adalah kaum Brahmana.Brahmana menjadi manusia istimewa, mereka menggantikan para Empu di Indonesia. Para Empu kemudian segera belajar kepada Brahmana. Baru setelah itu Empu-Empu itu menjadi guru dan mengganti kedudukan Brahmana. Pada zaman itu pula guru terbagi menjadi dua macam yaitu guru keraton, yaitu golongan yang dijamin. Dan guru pertapa, yaitu menginsafi tugasnya. Murid-murid guru keraton bukan anaknya atau rakyat jelata, tetapi keturunan para Brahmana, anak para bangsawan dan raja (Kasta Ksatrya).
Pendidikan
masih terbatas kepada golongan minoritas (kasta Brahmana dan Ksatrya),
pendidikan semacam ini lebih tepat dinamakan perguruan, dimana anak-anak
berguru kepada para cerdik cendekia. Kemudian lembaga seperti ini dikenal
dengan Pesantren, tempat para Cantri (santri). Pesantren-pesatren banyak benar
persesuaiannnya dengan tempat-tempat pelajaran Hindu di India.
Sugarda-purbakawaca 1978, halaman 19, menyatakan sifat-sifat khusus pesantren
adalah : “Sifat keagamaan semata-mata; penghormatan yang tinggi kepada guru,
tidak ada gajih guru, dan perginya pelajar meminta-minta untuk
memperoleh nafkah “. Menjadi guru semata-mata karena kewajiban sebagai
pandita/Brahmana yang didasarkan kepada perasaan tutus, mengabdi tanpa parnrih
(tanpa memikirkan imbalan duniawi).
Sistem
pesantren perguruan ini berkembang terus baik pada masa Budha maupun waktu
berkembangnya agama Islam, sampai saat sekarang (pesatren tradisional).
Guru pertapa lebih
berjiwa kerakyatan. Mereka ingin mendekati rakyat dan tidak mendekati kraton,
bahkan menjauhinya atau bersembunyi di hutan-hutan, supaya tak berselisih
dengan kaum raja. Cita-citanya ialah mengangkat derajat rakyat jelata, kalau
hal ini diketahui raja mereka akan dimasukkannya kedalam penjara. Peranan
guru-guru pertapa itu penting sekali pada waktu penyebaran agama Islam.
3. Istilah Guru Pada Zaman Berkembangnya Islam
Karena
adanya perdagangan hertarap internasional, maka datanglah ke Indonesia agama
Islam, yaitu sekilar abad ke 13. Banyak pedagang asing yang rneluaskan wilayah
perdagangannya ke Indonesia, selain saudagar Cina, terdapat sekelompok pedagang
yang berasal dari daerah Gujarat, India, yang mengadakan kontak secara teratur
dengan pedagang Indonesia yang berasal dari Sumatera dan Jawa.
Saudagar-saudagar dari Gujarat tersebut sudah memeluk agama Islam. Disamping
berdagang mereka juga berupaya mengajarkan dan mengembangkan agama Islam di
kalangan pribumi dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
Penyebaran
agama Islam keseluruh Indonesia dapat terlaksana melalui pusat-pusat perniagaan
di daerah pantai Sumatera Utara dan melalui urat nadi perdagangan di Malaka,
kemudian menyebar ke Pulau Jawa dan seterusnya ke Indonesia Bagian Timur.
Peralihan dari agama dan kebudayaan Hindu/Budha ke Islam walaupun ada
peperangan, pada umumnya berlangsung secara damai. Ketika agama Islam memasuki
Indonesia, pengaruh ajaran dan cara berfikir Hindu masih kuat dan berakar di
kalangan penduduk. Pada masa itu ada dua tipe guru, yaitu; yang per-tama guru
untuk kalangan keraton dan bangsawan yang diundang atau hidup dilingkungan
keraton untuk mengajar para putera raja dan kesatria lainnya; dan yang kedua
adalah guru pertapa yang menyendiri bertapa di tempat-tempat jauh dari
keramaian sambil belajar, serta mendalami ilmu-ilmu ke
Tuhanan beserta ilmu lain dan muridnya
berasal dari rakyat jelata atau orang kebanyakan. Guru biasanya disebut ajengan
atau kiyai.
Para
penyebar agama Islam banyak menghubungi guru tipe kedua ini sehingga melalui
merekalah agama Islam tersebar luas di Indonesia. Beberapa tokoh penyebar agama
Islam di Pulau Jawa yang paling terkemuka berjumlah sembilan orang, kemudian
disebut Wali Sanga dan diberikan sebutan atau gelar Sunan (berasal dari
kata susuhunan) yang berarti “yang dijunjung tinggi”. Pelajaran dimasa itu diberikan
dengan sistem sekepala. Guru menyebutkan sesuatu dan murid menirunya. Yang
dicita-citakan ialah dapat membaca Qur’an sampai tamat. Yang menjadi gurunya
adalah seseorang yang sudah memiliki pengetahuan agama yang agak mendalam. Guru
itu tetap dipandang sebagai seorang yang sakti. Murid-murid tidak boleh
mengecam guru, mengecam guru dianggap berdosa.
4. Istilah
Guru Pada Penjajahan Belanda
a. Zaman
VOC ( Kompeni ) 1602 – 1799
Orang Belanda yang telah bersatu dalam badan perdagangan
VOC, menganggap perlu menggantikan agama Katolik yang telah disebarkan orang
Portugis itu dengan agamanya yaitu agama Protestan. adalah badan milik orang
Belanda, yang memejuk agama Protestan). Untuk menyebarkan agama (Protestan
tersebut maka pada tahun 1617 VOC mendirikan sekolah. Sekolah itu pertama-tama
ditujukan untuk mereka yang telah beragama Kristen (Protestan). Sekolah-sekolah
itu terdapat di Ambon, Ternate, Menado, Jakarta (Batavia), Bawean, Timor,
Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Di Pulau Jawa sekolah-sekolah hanya
terbatas di kota dan pantai untuk menampung pegawai VOC yang beragama Kristen.
b. Periode
1801 – 1900
Sejak pertengahan abad ke 19 liberalisme dan aufklarung
dari Eropah telah mempengaruhi politik Belanda di Indonesia. Gubernur Jenderal
Daendels, meminta agar diselenggarakan pengajaran untuk memperkenalkan
kesusilaan, adat istiadat, hukum dan agama kepada orang jawa. Kemudian pada
tahun 1848 barulah dimulai anggaran pendidikan sebanyak f 25.000,- untuk semua
orang-orang Indonesia.
Sambil mengijinkan sekolah swasta, pemerintah mendirikan
sekolah rendah, kelas dua selama 5 tahun untuk rakyat dengan pelajaran terbatas
seperti : Bahasa Melayu, Bahasa Ibu, Berhitung, Menulis, Ilmu Bumi, Pengukuran
Tanah dan Latihan Kerja Kantor. Tahun 1809 untuk perlama kali diselenggarakan
pendidikan Bidan, yang rnerupakan bagian dari pada usaha pemeliharaan kesehatan
rakyat. Yang menjadi gurunya adalah para dokter yang berada di Batavia. Bahasa
pengantarnya adalah bahasa Melayu
c. Masa
sesudah 1900 sampai berakhirnya pemerintahan Belanda
Menteri Pengajaran dan Agama yang tadinya berupaya
seorang diri meluaskan Pengajaran bahasa belanda dan pendidikan wanita kembali
ikut mendapat semangat baru. RA. Kartini dan orang Belanda, banyak yang mulai
melihat bahwa sekolah kejuruan dapat memajukan kesejahtraan sosial.
5. Zaman
Jepang
Kejayaan dan masa keemasan kaum
penjajah Belanda hilang lenyap sekaligus, ketika pada tanggal 8 Maret 1942
mereka bertekuk lutut tanpa syarat kepada Jepang. Maka Bangsa Indonesia
mengalami penjajahan dan penderitaan baru.
Perubahan-perubahan penting
yang terjadi pada zaman Jepang, khususnya bagi perkembangan
pendidikan/pengajaran selanjutnya di Indonesia.
a. Hapusnya
dualisrne pengajaran
Berbagai jenis sekolah rendah yang
dilaksanakan pada.zaman Belanda, dihapuskan sama sekali.. Hanya satu jenis
sekolah rendah diadakan bagi semua lapisan masyarakat yaitu sekolah rakyat 6
tahun yang populer dengan nama “ Kokumin Gakkoo. Sekolah-sekolah Desa masih tetap
ada dan namanya diganti menjadi Sekolah Pertama. Isi Pengajaran :
Selain sebagai alat propaganda, maka
pengajaran dewasa itu dipergunakan juga untuk kepentingan perang. Murid-murid
sering kali diharuskan melakukan kinrohooshi (kerja bakti). Agar sesuatu
berjalan lancer, ditentuklah barisan-barisan murid ditiap¬tiap sekolah, yaitu :
1) Seinen
tai, barisan murid-murid Sekolah Rakyat
2) Gakuto
tai, barisan murid-murid Sekolah Lanjutan
Untuk menanamkan semangat Jepang, setiap hari murid-murid
harus mengucapkan sumpah pelajar dalam bahasa Jepang. Sewaktu-waktu diadakan
perlombaan bahasa dan nyanyian-nyanyian jepang. Tiap pagi diadakan upacara,
ketika upacara itu murid-murid harus menyembah bendera Jepang dan melakukan
penghormatan kearah istana Tokyo.
6. Zaman Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan menimbulkan
hidup baru disegala lapangan termasuk Iapangan pendidikan. Sebagai modal dan
pedoman pertama bagi rakyat dan pemerintah di bidang pendidikan dipergunakanlah
" Rencana Usaha Pendidikan Pengajaran " yang telah dipersiapkan pada
hari-hari terakhir penjajahan Jepang itu. Dengan segera Menteri PP dan K yang
pertama Ki Hajar Dewantara mengeluarkan instruksi umum yang memerintahkan
kepada semua kapala sekolah dan guru-guru :
a. Mengibarkan
Sang Merah Putih tiap-tiap hari dihalaman sekolah
b. Melagukan
lagu kebangsaan " Indonesia Raya "
c. Menghentikan
Pengibaran Bendera Jepang dan rnenghapuskan “Kimigajo” (lagu kebangsaan
Jepang)
d. Menghapuskan
pelajaran bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal dari pemerintahan
Balatentara Jepang
e. Memberi
semangat kebangsaan kepada semua murid-murid
Alisyahbana (1990) mengemukakan ada
3 macam pesimisme dikalangan para ahli pendidikan, yaitu :
a. Pemerintah
seolah-olah belum memiliki political will yang kuat untuk memperbaiki
pendidikan.
b. Orang
Indonesia memiliki budaya begitu lamban melakukan transformasi social, yang
sangat perlu untuk mengadakan adaptasi terhadap dunia yang berubah dengan cepat
c. Seolah-olah
sulit rnuncul tokoh pcrnikir yang berani mcnyusun dan memperjuangkan
konsep-konsep yang bertalian dengan pendidikan nasional yang mungkin tidak
sejalan dengan keinginan pai-a birokrat yang berkuasa.
Masalah lain yang tertulis dalam
Deklarasi Konvensi Nasional Pendidikan 11 Tahun 1992 mengatakan :
a. Realisasi
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah belum
terwujud secara menyeluruh dan bahkan belum dihayati sepenuhnya oleh semua
pihak.
b. Diperlukan
political will dan dukungan biaya yang memadai untuk pendidikan daerah
terpencil
c. Penanaman
nilai-nilai budaya maupun agama tidak cukup melalui bidang studi saja.
Salah satu dampak dari hasil
pembangunan yang tidak seimbang, adalah :
• Munculnya kenakalan dan perkelahian anak-anak muda disana sini
• Maraknya kolusi diberbagai kalangan, ditulis Baharuddin Lopa (1996)
• Tingginya tingkat korupsi menurut laporan Fortune tentang korupsi di Asia dan survey internasional TIN (Jawa Post 14-8 1985 dan 10-2-1996).
Namun bukan berarti pembangunan Indonesia sudah gagal, masih ada segi-segi keberhasilan pembangunan yang menonjol, seperti :
• Munculnya kenakalan dan perkelahian anak-anak muda disana sini
• Maraknya kolusi diberbagai kalangan, ditulis Baharuddin Lopa (1996)
• Tingginya tingkat korupsi menurut laporan Fortune tentang korupsi di Asia dan survey internasional TIN (Jawa Post 14-8 1985 dan 10-2-1996).
Namun bukan berarti pembangunan Indonesia sudah gagal, masih ada segi-segi keberhasilan pembangunan yang menonjol, seperti :
a. Kesadaran
rnasyarakat tentang pentingnya melaksanakarn ajaran agama sudah meningkat
dengan pesat
b. Persatuan
dan kesatuan bangsa masih terkendali.
7. Masa
Reformasi
Pada
masa reformasi, sistem pendidikan mulai berubah, yang didahului oleh perubahan
Undang-Undang Pendidikan. UU ini menginginkan sistem pendidikan sentralisasi
berubah menjadi desentralisasi. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan yaitu MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills
(lima keterampilan hidup) dan TQM (Total Quality Management). Pemerintah juga
menciptakan kelompok-kelompok masyarakat yang independen untuk membantu
pendidikan agar mampu mandiri seperti Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Di samping itu pemerintah juga mengubah istilah pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah menjadi pendidikan jalur formal, nonformal dan informal. Pendidikan nonformal sangat berperan dalam mengembangkan keterampilan warga belajar untuk mampu bekerja di masyarakat sedangkan pendidikan informal di masyarakat dan dalam keluarga sangat berperan dalam mengembangkan afeksi atau kepribadian, sikap,moral dan mental anak-anak.
Di samping itu pemerintah juga mengubah istilah pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah menjadi pendidikan jalur formal, nonformal dan informal. Pendidikan nonformal sangat berperan dalam mengembangkan keterampilan warga belajar untuk mampu bekerja di masyarakat sedangkan pendidikan informal di masyarakat dan dalam keluarga sangat berperan dalam mengembangkan afeksi atau kepribadian, sikap,moral dan mental anak-anak.
8. Mengenai
Guru menurut Undang-undang
Sebagai
pendidik dan pengajar anak, guru diibaratkan seperti ibu kedua yang mengajarkan
berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator anak supaya dapat
belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal,hanya
saja ruang lingkupnya guru berbeda, guru mendidik dan mengajar di sekolah negeri ataupun swasta. Pengertian guru menurut para
ahli:
a) Menurut Noor
Jamaluddin (1978: 1)
Guru adalah pendidik, yaitu orang
dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu
berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di
muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri.
b) Menut Peraturan
Pemerintah
Guru adalah jabatan fungsional,
yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
c) Menurut Keputusan Men.Pan
Guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan
tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di
sekolah.
d) Menurut Undang-undang
No. 14 tahun 2005
Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar