1. Pengertian
Inferensi
Sebuah pekerjaan
bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur selalu harus
siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk sampai pada suatu
penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau
(penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan
inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan
pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis
(diucapkan) sampai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).
Inferensi adalah
membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat
inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak
langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur).
Inferensi atau
kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia
tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh
pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan
jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan
salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi
lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau
pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan
yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut
untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi terdiri dari tiga
hal, yaitu inferensi deduktif, inferensi elaboratif, dan inferensi percakapan
(Cummings, 1999).
a.
Inferensi
Deduktif
Inferensi deduktif
memiliki kaitan dengan makna semantik. Implikatur percakapan, pra-anggapan, dan
sejumlah konsep lain memuat kegiatan inferensi. inferensi dapat diperoleh dari
kaidah deduktif logika dan dari makna semantik item leksikal. Inferensi
menggunakan penalaran deduksi dalam kegiatan penalaran dan interpretasi ujaran.
Inferensi Deduktif dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Inferensi
Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya.
Contoh:
Bu, besok temanku
berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru,
kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari
ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh:
Pohon yang di tanam
pak Budi setahun lalu hidup.
dari premis tersebut
dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak
budi setahun yang lalu tidak mati.
2. Inferensi
Tak Langsung
Inferensi yang
kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk
sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu
gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi
yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh
yang lain;
A
: Saya melihat ke dalam kamar itu.
B
: Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai
missing link diberikan inferensi, misalnya:
C:
kamar itu memiliki plafon
b.
Inferensi Elaboratif
adalah urutan
dari sederhana-ke-kompleks atau dari umum-ke-rinci, yang memiliki karakteristik
khusus.
Inferensi elaboratif
memiliki peran dalam interpretasi ujaran. Cummings (1999) menggambarkan adanya
integrasi interpretasi ujaran dari tiga subkomponen yang berpa abstrak
(pengetahuan dunia), abstrak (pengetahuan komunikatif), dan fungsional
(interferensi elaboratif).
Contoh: dalam mengajar Sejarah, seseorang dapat saja
mulai dengan memberikan rangkuman mengenai peristiwa-peristiwa penting dalam
sejarah, kemudian menjelaskan rincian peristiwa-peristiwa penting itu.
Ini dirinci dalam satu tahap sampai mencapai tingkat
keterincian yang sudah dispesifikasi oleh tujuan.
c. Inferensi
Percakapan
Dalam percakapan menuntut
hadirnya komponen tutur. Jhon L. Austin (1962) menyatakan ada tiga syarat
yang harus dipenuhi dalam tuturan performatif, syarat itu disebut felicity
conditions, yaitu (1) pelaku dan situasi harus sesuai, (2) tindakah
dilaksanakan dengan lengkap dan benar oleh semua pelaku, dan (3) pelaku punya
maksud yang sesuai.
Inferensi percakapan dapat terjadi dalam tuturan/percakapan. Grice (1975)
dalam artikel ‘Logic and Conversation’ menyatakan bahwa tuturan dapat
berimplikasi proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut, atau
disebut implikatur percakapan. Untuk mengetahui implikatur percakapan harus
diteliti meskipun dapat dipahampi secara intuitif. Argumen merupakan
manifestasi proses bawah sadar secara publik dapat digunakan pendengar untuk
menemukan kembali implikatur percakapan.
Makasih ka, Artikelnya berguna banget.
BalasHapusTHX
BalasHapus