Aku ingin belajar lalu makan
Aku ingin makan lalu minum
Aku ingin minum lalu istirahat
Aku ingin istirahat lalu basket
Aku ingin main basket lalu paskibra
Senin, 15 September 2014
Sabtu, 10 Mei 2014
ANALISIS NASKAH DRAMA KERETA KENCANA KARYA EUGENE IONESCO TERJEMAHAN W.S RENDRA
1. Pendahuluan
Drama
merupakan salah satu genre sastra yang menarik untuk dibahas. Istilah drama
berasal dari Yunani, yaitu dramoi yang berarti ‘aksi’
atau ‘perbuatan’. Istilah drama itu sendiri sudah menyiratkan makna
‘peristiwa’, ‘karangan’, dan ‘risalah’.
Drama adalah
sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal
adanya dialogue atau cakapan di anatara tokoh-tokoh yang
ada. Drama juga secara eksplisit memperlihatkan adanya petunjuk pemanggungan
yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan
tokoh (Hall dalam Wahyudi, 2006: 104).
Drama pada
awalnya digunakan dalam suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Akan tetapi,
ritual tersebut mengalami perkembangan menjadi oratoria, yaitu
seni berbicara, kemudian berkembang menjadi drama.
2.
Analisis
Drama Kereta Kencana
2.1 Psikologi
Sastra
Psikologi sastra merupakan suatu
pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah
manusia. Lewat tinjauan psikologi akan nampak bahwa fungsi dan peran sastra
adalah untuk menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan
sehidup-hidupnya atau paling tidak untuk memancarkan bahwa karya sastra pada
hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia (Andre Hardjana,
1985:66).
Psikologi sastra adalah cabang ilmu
sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi. Perhatiannya dapat diarahkan
kepada pengarang, dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks
itu sendiri (Dick Hartoko dan B. Rahmanto, 1986:126).
Sementara Wellek-Warren menyatakan
bahwa ada empat kemungkinan dalam pemahaman psikologi sastra, yakni:
(1) Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pembeda, (2) Studi proses
kreatif, (3) Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada
karya sastra, dan (4) Studi yang mempelajari dampak sastra pada pembaca
atau psikologi pembaca (Wellek, Rene dan Austin Warren, 1989:90).
Hubungan antara psikologi dengan sastra sebenarnya telah
lama ada, namun penggunaan psikologi sebagai sebuah pendekatan dalam penelitian
sastra belum lama dilakukan, menurut Robert Downs (1961:1949, dalam Abdul
Rahman, (2003:1), bahwa psikologi itu sendiri bekerja pada suatu wilayah yang
gelap, mistik dan yang paling peka terhadap bukti-bukti ilmiah.
Psikologi dalam karya sastra
mempunyai kaitan yang tercakup dalam dua aspek yaitu : Unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik. Aspek ekstrinsik berbicara tentang hal-hal yang berkaitan
dengan faktor-faktor kepengarangan dan proses kreativitasnya. Sementara unsur
intrinsik membicarakan tentang unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam karya
sastra seperti unsur tema, perwatakan dan plot.
Darmanto Jatman ((1985:165)
berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang
erat, secara tak langsung dan fungsional. Pertautan tak langsung karena, baik
sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia.
Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena, sama-sama untuk
mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi, gejala
tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.
Dalam kaitannya dengan psikologi
dalam karya sastra, Carld G. Jung menandaskan bahwa karena psikologi
mempelajari proses-proses kejiwaan manusia, maka psikologi dapat diikutsertakan
dalam studi sastra, sebab jiwa manusia merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan
dan kesenian.
Pikologi Pengarang
Yang perlu dikaji dalam kaitannya
dengan pengarang, menurut Wright (1991:146) adalah mencermati sastra sebagai
analog, fantasi percobaan simtom penulis tertentu. Selanjutnya, peneliti dapat
memahami beberapa jauh fantasi bergulir dalam sastra. Fantasi adalah permainan
ketaksadaran yang bermanfaat. Persoalan penelitian semacam ini perlu hati-hati,
sehingga akan dapat ditemukan fantasi natural. Fantasi kejiwaan kadang-kadang
tidak masuk akal, tetapi dalam sastra, sah-sah saja.
Keadaan psikis pengarang adalah
suasana unik. Pengarang hidup dalam suasana yang lain dari yang lain. Pada
realita semacam ini, tugas peneliti psikologi sastra hendaknya lebih menukik
sampai hal-hal yang bersifat pribadi. Hal personal itu dikaitkan dengan sastra
yang dihasilkan. Dari sini bisa memunculkan aneka tipe kepengarangan.
Menurut Ahmad Tohari, sastrawan juga
dapat dibagi ke dalam dua tipe psikologis, yaitu sastrawan yang “kesurupan”
(possessed) yang penuh emosi, menulis dengan spontan dan yang meramal masa
depan dan sastrawan “pengrajin” (maker) yang penuh keterampilan, terlatih dan
bekerja dengan serius dan penuh tanggung jawab.
Psikobudaya adalah kondisi pengarang
yang tidak lepas dari aspek budaya. Kejiwaan pengarang dituntun oleh kondisi
budayanya. Pengarang yang bebas samasekali dari faktor budaya, hampir tidak ada
pengarang tidak lepas dari budaya, pribadi dan moral yang mengitari jiwanya.
Oleh karena itu, kreativitas pengarang sebenarnya merupakan “cetak ulang” dari
jiwanya.
Dari faktor budaya psikologis
demikian, dapat dimengerti bahwa pengarang tidak tunggal. Pengarang adalah
pribadi yang multirupa. Jiwa pengarang dapat diubah atau mengubah budaya. Dalam
konteks ini berarti peneliti psikologi sastra perlu memperhatikan aspek budaya
disekitar pengarang. Pengarang yang hidup dalam lingkup budaya, kelas,
marginal, ketidakadilan tentu berbeda karyanya. Budaya kota dan desa juga akan
membentuk pengarang.
Psikologis Kreativitas Cipta Sastra
Dorongan kejiwaan tidak bisa
dianggap remeh. Kejiwaan ada yang meledak-ledak, ada yang keras, murung,
sensasional dan seterusnya. Dorongan ini akan menentukan bagaimana proses
kreatif sastra akan terwujud. Proses kreatif adalah daya juang kejiwaan sastra
menuju titk tertentu. Proses kreatif akan ditentukan pula oleh etos
sastrawan.
Terbentuknya karya sastra hampir
seluruhnya melalui proses kreatif yang panjang, namun panjang dan pendeknya
proses ini amat relatif, tergantung kesiapan psikologis sastrawan. Tiap karya
memerlukan proses yang berbeda satu dengan yang lain.
Psikologi Pembaca
Agak sulit untuk menemukan istilah
yang tepat untuk mewadahi konteks psikologi sastra yang terkait dengan resepsi
pembaca terhadap sastra. Wilayah psikologi yang berhubungan dengan pembaca
memang masih pelik. Ada yang berpendapat, wilayah ini sebenarnya studi sastra,
melainkan peneliti pembaca. Pendapat ini tampaknya juga sulit
dipertanggungjawabkan sebab bagaimanapun pembaca adalah bagian dari kutub
sastra.
Resepsi pembaca secara psikologis
pasti akan terjadi dibandingkan dengan resepsi lain. Penerimaan nilai sastra
biasanya justru berasal dari aspek psikologis. Dengan modal kejiwaan, karya
sastra akan meresap secara halus keadaan diri pembaca. Oleh sebab itu, pembaca
yang bagus tentu mampu meneladani aspek-aspek penting dalam sastra. Nilai-nilai
dalam sastra yang mampu membentuk sikap dan perilaku, akan diinternalisasikan
dalam diri pembaca.
Resepsi atau penerimaan sastra oleh
pembaca bisa berbeda-beda tafsirnya. Sastra ibarat sebuah surat berharga yang
dialamatkan kepada penerima pesan. Namun, dalam sastra ada sejumlah kode-kode
psikologis yang bisa memunculkan persepsi lain. Perbedaan nilai yang menuntut
kebebasan tafsir. Tafsir yang beragam dan plural, akan memperkaya pesan. Tafsir
psikologis akan membangkitkan imajinasi yang berharga. Pembaca bebas bermain
imajinasi. Dari situlah pula bebas menciptakan dunianya.
Psikologi Dalam Sastra itu Sendiri
Persoalan psikologis yang dapat
dikaji dari dalam karya sastra itu sendiri adalah persoalan tokoh dan penolohan. Tokoh
adalah figur yang dikenal dan sekaligus mengenai tindakan psikologis dalam
peristiwa dalam cerita. Dia adalah “eksekutor” dalam sastra.
Tokoh
biasa terdapat dalam prosa dan drama. Tokoh-tokoh yang muncul dibangun untuk
melakukan sebuah objek. Tokoh yang termaksud secara psikologis menjadi wakil
sastrawan, sastrawan kadang-kadang menyelinapkan pesan lewat tokoh. Pembicaraan
tokoh bisa dianggap campuran dari tokoh tipe yang sudah ada dalam tradisi
sastra, tokoh menjadi cermin diri sastrawan. Penggarapan tokoh yang matang akan
menukik dalam protret diri. Tokoh yang digarap kental, dengan perwatakan yang
memukau, akan menjadi daya tarik khusus. Tokoh tersebut tergolong orang-orang
yang diamati oleh pengarang, dan pengarang sendiri akan masuk secara alamiah
dalam karyanya.
2.2 Analisis Psikologi dari pembaca
2.2.1
Romantisme Kereta Kencana
Kereta
Kencana diawali dengan hadirnya bunyi desau angin dan siluet-siluet di panggung
dengan layar putih. Derap kaki kuda dari sebuah kereta kencana yang semakin
mendekat terdengar semakin keras. Lalu terdengar pula sebuah suara, “Wahai
dengarlah kau orang tua yang selalu bergandengan dan bercinta,siang dan malam bergandengan
dua abad lamanya.
Kereta kencana akan datang menjemput, dengan sepuluh
kuda dengan satu warna,” Kata suara yang muncul dari belakang panggung”.
Sementara itu, seorang lakilaki tua duduk di atas sebuah kursi dalam kegelapan.
Seorang perempuan tua yang diperankan oleh Niniek L Karim,tertatih membawa
lampu templok.Menyalakan lampu ruangan dan bertanya-tanya kepada suaminya
mengapa duduk melamun dalam kegelapan.
Ketika lampu menyala, guratan resah terlihat di
wajah suaminya, bernama Hendri yang dilakonkan oleh Ikranagara. Setelah lampu
dinyalakan, pasangan suami–istri yang digambarkan hanya hidup berdua saja,
membahas tentang sebuah kereta kencana yang semakin sering saja terlihat dan
terdengar.
“Mendengar kedatangan kereta kencana itu, tubuhku
berkeringat, bukankah itu artinya kita akan mati bersama,” Kata sang suami
mencoba menenangkan diri dari ketakutan. Jarum jam berdentang satu kali,Hendri
membuka jendela dan desau angin dingin terdengar. “Kalau saat itu tiba,
beginilah rasanya,” katanya lagi.Walaupun juga mengalami keresahan dan sedikit
takut.
Namun, pasangan suami istri yang telah renta itu
tetap berdialog dan saling menghibur.“Senyumlah sayangku,senyum di saat ini
adalah sebuah kebudayaan,” Kata sang istri membujuk suaminya agar menutup
jendela agar desau angin tidak masuk ke dalam rumah. Untuk mengisi kekosongan
dan kesepian hari-hari tua tanpa seorang buah hati pun, pasangan suami–istri
renta itu saling menghibur diri.
Mereka kemudian bermain badut dengan layangan.
Mereka bisa tertawa bahagia sambil mengenang masa muda mereka yang telah
berlalu. Pentas Kereta Kencana yang disutradarai oleh Putu Wijaya, berhasil
menghibur penonton dengan menyisipkan lelucon dan humor segar dalam adegan
teater mereka. Apalagi ketika sang suami menawarkan minuman bagi istrinya. “Mau
anggur,brendi atau arak atau teh poci dari Jawa.
Teh ini dibuat dengan teknologi purba dan telah
dipatenkan oleh PBB,” katanya disambut heboh tawa di bangku penonton. Tiba-tiba
keceriaan mereka hilang, pasangan suami–istri renta itu mulai menangis,
menyesali bahwa mereka tidak punya anak, walaupun telah dua abad menikah. Dalam
sepi masa tua, pasangan itu mulai mendongeng tentang masa lalu. “Setelah
pengembaraan panjang, kita sampai di sebuah gerbang, kita basah kuyup, tubuh
menggigil, gigi gemeletuk.
Kita minta gerbang itu dibuka, tapi mereka tidak
mau. Di balik gerbang itu ada padang rumput, ada kebun, taman dan bunga.Tapi
kita tidak bisa masuk dan kita mengembara lagi selama 125 tahun,” Kata Hendri
mengenang derita yang telah mereka lewati bersama di waktu muda”.
“Sekarang semua itu sudah hancur yang tinggal
sekarang adalah lagu nina bobok,” kata mereka.Ketika melantunkan lagu nina
bobok,Hendri mulai mengantuk dan tertidur. Namun,ketukan di pintu mengagetkan
pasangan itu. Ternyata mereka kedatangan tamu yang mereka sebut paduka.
“Saya tidak pernah jadi menteri paduka karena saya
hanya punya satu wajah.Tapi mereka para politikus punya 1001 muka,” kata Andri
kembali disambut heboh tawa penonton. Ketukan di pintu, kembali mengagetkan
mereka. Ternyata tamu yang datang adalah anakanak yang ingin bertamu.
Setelah semua masuk, Hendri berpidato tentang sebuah
kereta kencana yang akan menjemput mereka berdua.Ketukan di pintu kembali
terdengar. Ternyata yang datang adalah penguasa cahaya. Walaupun tamu-tamu yang
datang adalah tamu yang tanpa wujud.
Namun, kepiawain dua aktor senior ini berakting,
membuat seakan-akan mereka tengah menyambut tamu sesungguhnya.Juga ketika tamu
anak-anak datang dan meramaikan rumah. Kepanikan suami istri yang merasa tidak
bisa menerima tamu dalam jumlah banyak karena rumah mereka yang kecil terlihat.
3.
Kesimpulan
Bahwa hidup akan berpindah ke tempat yang akan
dibawa oleh ”Kereta Kencana”, yaitu suatu tempat yang penuh ”cahaya terang dan
kebenaran” yang antara lain menyediakan ruang bagi kenikmatan cinta yang tidak
badaniah yang abadi. Sedangkan hidup di dunia ini pun tetap memberikan ruang
kepada makna patriotisme, perjuangan menegakkan nilai-nilai luhur kemanusiaan,
dan segala yang baik. Tampaknya dengan karyanya ini Rendra menyatakan tidak
sejalan dengan pandangan absurdisme, termasuk yang ada di dalam karya Ionesco
itu. Dengan kata lain, Rendra mengkritisi dengan kreatif karya teks ”The
Chairs” itu. Kalaupun hendak dicari rujukannya di dalam percaturan pemikiran
filosofis di Barat, maka pandangan Rendra dalam ”Kereta Kencana” bisa diperoleh
dalam wacana Eksistensialisme Berketuhanan (Theistic Existentialism) Soren
Kierkegaard, yang memandang dalam hidup yang absurd/kosong/sia-sia sekalipun
bisa dimungkinkan ditemukannya adanya makna lewat faith alias
kepercayaan/keyakinan/ spiritualisme/agama ataupun ideologi sekuler.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dalam ”Kereta
Kencana” itu diungkapkan pandangan Absurdisme itu dianut oleh Kakek, pada
awalnya. Antara lain pernyataannya bahwa hidup ini hampa dan sia-sia dan
kosong. Dalam perjalanan cerita di pentas, Nenek berhasil menggiring Kakek
memeluk sebuah faith, yang akhirnya Kakek meninggalkan pandangan tersebut, dan
yakin hidup ini bermakna.
4.
Daftar
Pustaka
http://cabiklunik.blogspot.com/2009/11/membandingkan-chairs-ionesco-dengan.html
Analisis Naskah Drama "THEATRUM" karya Akhudiat
1. Pendahuluan
Drama
merupakan salah satu genre sastra yang menarik untuk dibahas. Istilah drama
berasal dari Yunani, yaitu dramoi yang berarti ‘aksi’
atau ‘perbuatan’. Istilah drama itu sendiri sudah menyiratkan makna
‘peristiwa’, ‘karangan’, dan ‘risalah’.
Drama adalah
sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal
adanya dialogue atau cakapan di anatara tokoh-tokoh yang
ada. Drama juga secara eksplisit memperlihatkan adanya petunjuk pemanggungan
yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan
tokoh (Hall dalam Wahyudi, 2006: 104).
Drama pada
awalnya digunakan dalam suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Akan tetapi,
ritual tersebut mengalami perkembangan menjadi oratoria, yaitu
seni berbicara, kemudian berkembang menjadi drama.
Salah satu
jenis drama yang berkembang adalah drama realisme. Realisme adalah aliran atau
ajaran yang selalu berpegang pada kenyataan, dan dalam kesenian, aliran ini
berusaha mengungkapkan sesuatu sebagaimana kenyataan yang ada. Realisme
digambarkan sebagai peniruan, bukan dari karya seni tradisi, melainkan peniruan
dari aslinya yang disajikan oleh alam.
Drama realis
bermula pada abad 19. Drama ini bertolak dari pikiran positifitis orang Eropa.
Drama realis pada umumnya merupakan usaha untuk menampilkan subjek dalam suatu
karya sebagaimana subjek itu tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa
melebih-lebihkan. Drama realis ingin memberikan wawasan dalam kenyataan
kehidupan, memperlihatkan kebenaran, bahkan tanpa menyembunyikan
keburukan-keburukan yang ada. Pada umumnya, apa yang dikemukakan oleh drama
realis adalah suatu kebenaran umum atau wajar.
2.
Analisis
Theatrum
2.1 alur
Alur
adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum
sebab-akibat (Sumardjo, 1994: 139). Alur merupakan salah satu aspek penting
dalam drama karena alur merupakan pembentuk kerangka cerita. Aristoteles bahkan
menyatakan bahwa alur adalah roh drama (Sumardjo, 1994: 141).
Alur dalam
naskah Thetrum ini adalah alur alur maju atau linear, yaitu peristiwa yang
dialami oleh tokoh cerita tersusun menurut urutan waktu terjadinya (chronological
order) secara berurutan. Alur ini berlangsung secara kontinyu dan
memuncak.
1.
Unsur ketegangan (suspense)
Ketidakpastian yang
berkepanjangan dan semakin menjadi-jadi akan menimbulkan ketegangan. Adanya
ketegangan dalam drama menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu penonton dari
awal sampai akhir suatu cerita.
2.
Unsur dadakan (surprise)
Unsur dadakan
akan menyusun cerita sedemikian rupa hingga muncul dugaan-dugaan yang tidak
disangka-sangka oleh pembaca dan mengagetkan.
3.
Unsur ironi dramatik
Unsur ini
membentuk pernyataan-pernyataan atau perbuatan-perbuatan tokoh cerita yang
seakan-akan meramalkan apa yang akan terjadi.
Dalam drama Theatrum,
terlihat unsur ketegangan dan unsur dadakan. Unsur ketegangan
terjadi ketika Oknum Hakim ingin melanjutkan tuduhan-tuduhan terhadap kasus yang di lakukan oleh Terdakwa.
Oknum Hakim :
Terserah, terdakwaq, pengadilan sesat atawa tersesat yang jelas…
lanjutkan Tuan jaksa, membacakan tuduhan-tuduhannya!
Terdakwa tidak menghormati pengadilan Empat, terdakwa berbelit-belit
Lima, terdakwa dalam keadaaan waras dan sehat wal afiat, berdasarkan
bukti-bukti menyakinkan dengan ini terdakwa dituntut dengan hukuman 20 tahun
potong tahanan.
Oknum Jaksa :
Tuduhan-tuduhan sebagai berikut: satu, terdakwa sadis, dua kepala
dihabisi sekali tebas dua nyawa melayang Dua, terdakwa tidak kooperatif Tiga.
.
.
.
.
Terdakwa :
Pengangguran dan kelaparan muaranya kriminalitas, rebutan lahan dan pangan.
Terlalu benyak geng preman untuk satu kota. Kota pun jadi ajang pernag dan
kekearasan. Limgkaran setan bikinan manusia sendiori. Saya cumin salah satu
korban perang dan kekerasan kota. Dan kalian abdi hukum ternyata cumin mengabdi
kata per kata prosedur hukum bukan hati nurani kalian sendiri.
Unsur
dadakan dalam Drama Theatrum, yakni ketika terdakwa menolak atas putusan vonis
Oknum Hakim.
Terdakwa :
Saya menolak. Minta vonis seumur hidup, tuan-tuan hamba wet!
Tiga Oknum :
Dipertimbangkan
Terdakwa :
Prosedur lagi, prosedur lagi. Tambah kebijaksanaan, bijak sana-injak
sini. Jadilah undang-undang dan hukum molor-mengkeret seperti karet Kapan
pastinya? Dan sidang pengadilan jadi sandiwara-drama-tonil, alias ethok-ethok.
Seolah-olah. Saya salah satu korban sandiwara kalian. Kita teruskan sandiwara
ini.
2.2 Latar
Latar adalah segala keterangan,
petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya
peristiwa dalam suatu karya yang membangun cerita (Sudiman dalam Teeuw, 2003:
44). Latar dibedakan atas dua macam yaitu latar sosial dan latar fisik atau
material (Hudson dalam Teeuw, 2003: 44). Latar sosial mencakup penggambaran
keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara
hidup, dan bahasa. Latar fisik adalah tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu
ruang, bangunan, lokasi dan sebagainya.
Latar
sosial dalam Theatrum yaitu lingkungan para orang berdasi yang barada di bidang
hukum untuk membahas suatu perkara tindak social di masyarakat.
Latar
fisik dalam Theatrum yaitu dalam situasi sidang perkara kasus pembunuhan.
Terdakwa ;
Aku terdakwa dalam kasus pembunuhan yang tak pernah kulakukan. Ini
memang pengadilan sesat. Tentu saja, mulainya dari para penyidik di kepolisian.
Mereka ngarang. Terlalu berbakat.
Sebuah stasiun kecil di luar kota, di seberang rel sana kebun tebu luas
sekali, dari sungai di barat sampai jalan raya antarkota di timur. Antara rel
dan tebu tanah lapang kosong. Pagi-siang-sore tempat main bola. Malam hari
tanpa penerangan listrik arena tawar-menawar sebelum mereka menelusup di
tebu-tebu: lelaki main perempuan-perempuan main lelaki. Benar-benar romantic
picisan. Beralas dedaunan tebu musim panas, atau sewa tikar pandan berbungkus
plastic di musim hujan. Tebu-tebu bergoyang, berpasang-pasang sedang bermain
dalam gelap bagai kucing suka gelap-gelapan.
Ketika menjelang subuh sepasang lelaki-perempuan yang menelusup rumpun
tebu dekat tanggul sungai, terinjak pasangan lain dan yang terinjak itu sama
sekali bergeming. Keduanya ternyata sudah mayat dengan leher terjerat.
2.3 Tokoh
dan penokoahan
Tokoh adalah
individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai
peristiwa cerita (Sudjiman, 1991: 16). Tokoh-tokoh dalam drama ini adalah
Terdakwa, Desas, Desus, Oknum Hakim, Oknum Jaksa, Oknum Polisi, sebuah kepala,
sicipta alias si anu, pabrikan, buruh, lawyer, Bank. Berdasarkan fungsinya,
tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral
dapat dibagi menjadi tokoh protagonis, antagonis, dan wirawan atau wirawati.
Tokoh
protagonis adalah tokoh yang memegang peran pimpinan atau tokoh utama dan
menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Tokoh antagonis adalah tokoh yang
merupakan penentang utama dari protagonis. Tokoh wirawan atau wirawati juga
merupakan tokoh penting yang cenderung dapat menggeser kedudukan tokoh utama.
Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita
tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh
utama.
Berdasarkan
cara menampilkan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh datar (tokoh
sederhana) dan tokoh bulat (tokoh kompleks). Tokoh datar diungkapkan satu segi
wataknya saja sedangkan tokoh bulat ditampilkan lebih dari satu. Selain itu,
tokoh bulat juga mampu memberikan kejutan dengan munculnya segi watak lain yang
tak terduga.tokoh datar dalam Theatrum yaitu Bank, Buruh & Pabrikan, Desas,
Desus.
Penokohan
adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman dalam
Sudjiman, 1991: 23). Metode penyajian penokohan dapat dibagi menjadi metode
langsung, tak langsung, dan kontekstual. Metode langsung dipakai pengarang yang
langsung mengisahkan sifat-sifat tokoh hasrat, pikiran, dan perasaannya. Jika
pembaca harus menyimpulkan watak tokoh dari pikiran, cakapan, dan lakuan,
metode yang dipakai adalah metode tak langsung.
Watak
Terdakwa : selalu mambantah kepada Oknum yang berada di kejaksaan, berani ambil
resiko terhadap apa yang dikatakan, berani bertanggung jawab.
Terdakwa :
Pengangguran dan kelaparan muaranya kriminalitas, rebutan lahan dan
pangan. Terlalu benyak geng preman untuk satu kota. Kota pun jadi ajang pernag
dan kekearasan. Limgkaran setan bikinan manusia sendiori. Saya cumin salah satu
korban perang dan kekerasan kota. Dan kalian abdi hukum ternyata cumin mengabdi
kata per kata prosedur hukum bukan hati nurani kalian sendiri.
Terdakwa :
Saya menolak. Minta vonis seumur hidup, tuan-tuan hamba wet!
Watak
Desas dan Desus : suka beranggapan yang aneh yang belum tentu itu kenyataannya.
Desas :
Duta kan masih jomblo
Desus :
Jomblo apanya? Sukak
kluyuran-keliaran di Taman Bencongan.
Desas :
Hah?!
Desus :
Ya, apalagi di sana kalo bukan main
sipel.
Desas :
Huek!!
Watak
Tiga Oknum : tidak konsisten terhadap apa yang telah di sampaikan.
Berbelit-belit dalam mengambil keputusan.
Tiga Oknum :
Kamu di vonis 20 tahun.(Hakim
meukul palu:DOK!!)
Terdakwa :
Saya menolak. Minta vonis seumur
hidup, tuan-tuan hamba wet!
Tiga Oknum :
Dipertimbangkan!!
Watak
sebuah kepala : sangat tegas.
Kepala :
Ini juga bukti bahwa kata-kata
makan korban
Watak
sicipta Ami alias Si anu : Mudah terpengaruh terhadap bujukan Lawyer.
Lawyer :
Hai, kalian, pencipta barang anu
alias sicipta anu, pabrikan, dan buruh, kalian semua butuh lawyer. Saya lawyer.
Akan aku bantu kalian. Demia uang kalian aku sepak kambing-kambing lain. Kau
punya uang? Uang, uang, punya kau? Ha?!
Si cipta anu :
Ya, aku punya sedikit.
Watak pabrikan dan buruh : sama
dengan watak sicipta anu yaitu mudah percaya terhadap lawyer yang akan
malindunginya.
Buruh & pabrikan :
Oke-oke aja! Kami cinta sicipta
anu. Kami cinta kamu! Kau lawyer haibat!di mana kami tandatangani?
Lawyer :
Disini, dong?
Buruh & pabrikan :
Bagus! Bikin masalah dengan
masalah! Dan kami akan memroduksi produk anu kita dengan segera!
Watak
Lawyer : suka menawarkan kemahirannya dalam bidang hukum untuk membela
clientnya walau itu bwlum tentu benar.
Lawyer :
Hai, kalian, pencipta barang anu
alias sicipta anu, pabrikan, dan buruh, kalian semua butuh lawyer. Saya lawyer.
Akan aku bantu kalian. Demia uang kalian aku sepak kambing-kambing lain. Kau
punya uang? Uang, uang, punya kau? Ha?!
Watak Bank : percaya kepada lawyer
Bank :
Aku rundingan dulu dengan lawyerku.
3. Kesimpulan
Bahwa
hukum di Negara kita Indonesia ini benar-benar sangat memprihatinkan. Bias untu
di perjual belikan. Yang salah jadi benar dan yang benar bias jadi yang salah
dan menanggung akibatnya. Pencuri sandal di masjid atau pencuri buah semangka
untuk di makan saja bias di usut dan dihukum 5 tahun penjara. Sedangkan orang
yang korupsi milyaran rupiah hanya di hukum 1,5 tahun penjara. Tak sebanding
dengan apa yang telah mereka perbuat. Semoga hukum kita di Indonesia
benar-benar sangat bijaksana nantinya.
LKS kur 13 teks Eksplanasi
LEMBAR KEGIATAN SISWA I
Indikator:
1.
Menentukan
struktur dan isi teks Eksplanasi
2.
Menentukan
cirri-ciri bahasa teks Eksplanasi
3.
Menentukan
kata, istilah dalam teks eksplanasi
4.
menafsirkan makna teks eksplanasi
Petunjuk:
Kerjakan soal di bawah ini dengan tepat!
TSUNAMI
Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang
dibangkitkan oleh macam-macam gangguan di dasar samudra. Gangguan ini dapat
berupa gempa bumi, pergeseran lempeng, atau gunung meletus. Tsunami tidak
kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai
wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin membesar.
Tsunami juga sering disangka sebagai gelombang air pasang.
Ini karena saat mencapai daratan, gelombang ini memang lebih menyerupai air
pasang yang tinggi daripada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara
alami oleh tiupan angin. Namun sebenarnya gelombang tsunami sama sekali tidak
berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut. Karena itu untuk menghindari
pemahaman yang salah, para ahli oseanografi sering menggunakan istilah gelombang
laut seismik (seismic sea wave) untuk menyebut tsunami, yang secara
ilmiah lebih akurat.
Sebab-sebab
terjadinya gelombang tsunami
Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam gangguan (disturbance)
berskala besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng,
meletusnya gunung berapi di bawah laut, atau tumbukan benda langit. Tsunami
dapat terjadi apabila dasar laut bergerak secara tiba-tiba dan mengalami
perpindahan vertikal.
Langkah
yang harus dilakukan Sinoman Sadar Bencana ini antara lain :
- Petakan daerah rawan genangan tertinggi tsunami, jalur evakuasi, dan tempat penampungan sementara yang cukup aman.
- Berkoordinasi dengan Badan Meterologi dan Geofisika (BMG), kepolisian, pemerintah daerah, dan rumah sakit. Jika data dari BMG mengenai peringatan dini bencana tak bisa diharapkan kecepatannya, komunitas ini harus menghimpun gejala-gejala alam yang tidak biasa terjadi.
- Melakukan pertemuan rutin untuk menambah pengetahuan mengenai gempa dan tsunami. Jika perlu, mendatangkan ahli.
- Melakukan latihan secara reguler, baik terjadwal maupun tidak terjadwal.
- Buat deadline waktu respon evakuasi untuk diterapkan saat latihan agar dalam bencana sesungguhnya telah terbiasa merespon secara cepat.
- Buat kode tertentu yang dikenali masyarakat sekitar untuk menandakan evakuasi. Semisal di Pulau Simeuleu yang paling dekat dengan episentrum gempa Aceh, memiliki istilah Semong yang diteriakkan berulang kali untuk menunjukkan adanya tsunami. Dengan kode ini, otomatis harus dilakukan evakuasi secepatnya ke tempat yang lebih tinggi.Menyebarkan gambar peta evakuasi di pelosok daerah tempat anggota komunitas tinggal.
- Menyebarkan gambar peta evakuasi di pelosok daerah tempat anggota komunitas tinggal.
Sedangkan
langkah yang harus dilakukan tiap individu adalah :
- Siapkan satu tas darurat yang sudah diisi keperluan-keperluan mengungsi untuk 3 hari. Di dalamnya termasuk, pakaian, makanan, surat-surat berharga, dan minuman secukupnya. Jangan membawa tas terlalu berat karena akan mengurangi kelincahan mobilitas.
- Selalu merespon tiap latihan dengan serius sama seperti saat terjadinya bencana.
- Selalu peka dengan fenomena alam yang tidak biasa.
Untuk
membaca tanda-tanda alam sebelum terjadinya tsunami, Amien Widodo memberikan
sejumlah petunjuk berdasarkan pengalaman tsunami-tsunami sebelumnya.
- Terdengar suara gemuruh yang terjadi akibat pergeseran lapisan tanah. Suara ini bisa didengar dalam radius ratusan kilometer seperti yang terjadi saat gempa dan tsunami di Pangandaran lalu.
- Jika pusat gempa berada di bawah permukaan laut dikedalaman dangkal dan kekuatan lebih dari 6 skala richter, perlu diwaspadai adanya tsunami.
- Jangka waktu sapuan gelombang tsunami di pesisir bisa dihitung berdasarkan jarak episentrumnya dengan pesisir.
- Garis pantai dengan cepat surut karena gaya yang ditimbulkan pergeseran lapisan tanah. Surutnya garis pantai ini bisa jadi cukup jauh.
- Karena surutnya garis pantai, tercium bau-bau yang khas seperti bau amis dan kadang bau belerang.
- Untuk wilayah yang memiliki jaringan pipa bawah tanah, terjadi kerusakan jaringan-jaringan pipa akibat gerakan permukaan tanah.
- Dalam sejumlah kasus, perilaku binatang juga bisa dijadikan peringatan dini terjadinya tsunami. Sesaat sebelum tsunami di Aceh, ribuan burung panik dan menjauhi pantai, sedangkan gajah-gajah di Thailand gelisah dan juga menjauhi pantai.
1.
Setelah
berdiskusi dengan teman sebangkumu, cobalah tulis apa yang dimasud dengan teks
eksplanas?
.........................................................................................................................................................................................................................
2.
Setelah
membaca teks “Tsunami”
cobalah kalian analisis berdasarkan struktur teksnya!
No
|
Struktur Teks
|
Bunyi teks (Paragraf)
|
1
|
|
|
2
|
|
|
3
|
|
|
4
|
|
|
3. Tentukan ide pokok dari teks Tsunami yang telah
kalian baca, temukan pula unsure kebahasaan dalam teks itu!
4. Buatlah teks eksplanasi dengan tema bencana alam.
Dengan memperhatikan struktur teksnya!
Langganan:
Postingan (Atom)