Senin, 15 September 2014

Aku ingin belajar lalu makan
Aku ingin makan lalu minum
Aku ingin minum lalu istirahat
Aku ingin istirahat lalu basket
Aku ingin main basket lalu paskibra

Sabtu, 10 Mei 2014

ANALISIS NASKAH DRAMA KERETA KENCANA KARYA EUGENE IONESCO TERJEMAHAN W.S RENDRA



1.      Pendahuluan
Drama merupakan salah satu genre sastra yang menarik untuk dibahas. Istilah drama berasal dari Yunani, yaitu dramoi yang berarti ‘aksi’ atau ‘perbuatan’. Istilah drama itu sendiri sudah menyiratkan makna ‘peristiwa’, ‘karangan’, dan ‘risalah’.
Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan di anatara tokoh-tokoh yang ada. Drama juga secara eksplisit memperlihatkan adanya petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan tokoh (Hall dalam Wahyudi, 2006: 104).
Drama pada awalnya digunakan dalam suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Akan tetapi, ritual tersebut mengalami perkembangan menjadi oratoria, yaitu seni berbicara, kemudian berkembang menjadi drama.
2.      Analisis Drama Kereta Kencana

2.1  Psikologi Sastra
Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia. Lewat tinjauan psikologi akan nampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau paling tidak untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia (Andre Hardjana, 1985:66).
Psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi. Perhatiannya dapat diarahkan kepada pengarang, dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri (Dick Hartoko dan B. Rahmanto, 1986:126).
Sementara Wellek-Warren menyatakan bahwa ada empat kemungkinan dalam pemahaman psikologi sastra, yakni: (1) Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pembeda, (2) Studi proses kreatif, (3) Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan (4) Studi yang mempelajari dampak sastra pada pembaca atau psikologi pembaca (Wellek, Rene dan Austin Warren, 1989:90).
Hubungan antara psikologi dengan sastra sebenarnya telah lama ada, namun penggunaan psikologi sebagai sebuah pendekatan dalam penelitian sastra belum lama dilakukan, menurut Robert Downs (1961:1949, dalam Abdul Rahman, (2003:1), bahwa psikologi itu sendiri bekerja pada suatu wilayah yang gelap, mistik dan yang paling peka terhadap bukti-bukti ilmiah. 
Psikologi dalam karya sastra mempunyai kaitan yang tercakup dalam dua aspek yaitu : Unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Aspek ekstrinsik berbicara tentang hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor kepengarangan dan proses kreativitasnya. Sementara unsur intrinsik membicarakan tentang unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam karya sastra seperti unsur tema, perwatakan dan plot. 
Darmanto Jatman ((1985:165) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional. Pertautan tak langsung karena, baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena, sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi, gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. 
Dalam kaitannya dengan psikologi dalam karya sastra, Carld G. Jung menandaskan bahwa karena psikologi mempelajari proses-proses kejiwaan manusia, maka psikologi dapat diikutsertakan dalam studi sastra, sebab jiwa manusia merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan dan kesenian. 

Pikologi Pengarang 
Yang perlu dikaji dalam kaitannya dengan pengarang, menurut Wright (1991:146) adalah mencermati sastra sebagai analog, fantasi percobaan simtom penulis tertentu. Selanjutnya, peneliti dapat memahami beberapa jauh fantasi bergulir dalam sastra. Fantasi adalah permainan ketaksadaran yang bermanfaat. Persoalan penelitian semacam ini perlu hati-hati, sehingga akan dapat ditemukan fantasi natural. Fantasi kejiwaan kadang-kadang tidak masuk akal, tetapi dalam sastra, sah-sah saja. 
Keadaan psikis pengarang adalah suasana unik. Pengarang hidup dalam suasana yang lain dari yang lain. Pada realita semacam ini, tugas peneliti psikologi sastra hendaknya lebih menukik sampai hal-hal yang bersifat pribadi. Hal personal itu dikaitkan dengan sastra yang dihasilkan. Dari sini bisa memunculkan aneka tipe kepengarangan. 
Menurut Ahmad Tohari, sastrawan juga dapat dibagi ke dalam dua tipe psikologis, yaitu sastrawan yang “kesurupan” (possessed) yang penuh emosi, menulis dengan spontan dan yang meramal masa depan dan sastrawan “pengrajin” (maker) yang penuh keterampilan, terlatih dan bekerja dengan serius dan penuh tanggung jawab. 
Psikobudaya adalah kondisi pengarang yang tidak lepas dari aspek budaya. Kejiwaan pengarang dituntun oleh kondisi budayanya. Pengarang yang bebas samasekali dari faktor budaya, hampir tidak ada pengarang tidak lepas dari budaya, pribadi dan moral yang mengitari jiwanya. Oleh karena itu, kreativitas pengarang sebenarnya merupakan “cetak ulang” dari jiwanya. 
Dari faktor budaya psikologis demikian, dapat dimengerti bahwa pengarang tidak tunggal. Pengarang adalah pribadi yang multirupa. Jiwa pengarang dapat diubah atau mengubah budaya. Dalam konteks ini berarti peneliti psikologi sastra perlu memperhatikan aspek budaya disekitar pengarang. Pengarang yang hidup dalam lingkup budaya, kelas, marginal, ketidakadilan tentu berbeda karyanya. Budaya kota dan desa juga akan membentuk pengarang. 

Psikologis Kreativitas Cipta Sastra 
Dorongan kejiwaan tidak bisa dianggap remeh. Kejiwaan ada yang meledak-ledak, ada yang keras, murung, sensasional dan seterusnya. Dorongan ini akan menentukan bagaimana proses kreatif sastra akan terwujud. Proses kreatif adalah daya juang kejiwaan sastra menuju titk tertentu. Proses kreatif akan ditentukan pula oleh etos sastrawan. 
Terbentuknya karya sastra hampir seluruhnya melalui proses kreatif yang panjang, namun panjang dan pendeknya proses ini amat relatif, tergantung kesiapan psikologis sastrawan. Tiap karya memerlukan proses yang berbeda satu dengan yang lain. 

Psikologi Pembaca 
Agak sulit untuk menemukan istilah yang tepat untuk mewadahi konteks psikologi sastra yang terkait dengan resepsi pembaca terhadap sastra. Wilayah psikologi yang berhubungan dengan pembaca memang masih pelik. Ada yang berpendapat, wilayah ini sebenarnya studi sastra, melainkan peneliti pembaca. Pendapat ini tampaknya juga sulit dipertanggungjawabkan sebab bagaimanapun pembaca adalah bagian dari kutub sastra. 
Resepsi pembaca secara psikologis pasti akan terjadi dibandingkan dengan resepsi lain. Penerimaan nilai sastra biasanya justru berasal dari aspek psikologis. Dengan modal kejiwaan, karya sastra akan meresap secara halus keadaan diri pembaca. Oleh sebab itu, pembaca yang bagus tentu mampu meneladani aspek-aspek penting dalam sastra. Nilai-nilai dalam sastra yang mampu membentuk sikap dan perilaku, akan diinternalisasikan dalam diri pembaca. 
Resepsi atau penerimaan sastra oleh pembaca bisa berbeda-beda tafsirnya. Sastra ibarat sebuah surat berharga yang dialamatkan kepada penerima pesan. Namun, dalam sastra ada sejumlah kode-kode psikologis yang bisa memunculkan persepsi lain. Perbedaan nilai yang menuntut kebebasan tafsir. Tafsir yang beragam dan plural, akan memperkaya pesan. Tafsir psikologis akan membangkitkan imajinasi yang berharga. Pembaca bebas bermain imajinasi. Dari situlah pula bebas menciptakan dunianya. 

Psikologi Dalam Sastra itu Sendiri
Persoalan psikologis yang dapat dikaji dari dalam karya sastra itu sendiri adalah persoalan tokoh dan penolohan. Tokoh adalah figur yang dikenal dan sekaligus mengenai tindakan psikologis dalam peristiwa dalam cerita. Dia adalah “eksekutor” dalam sastra. 
Tokoh biasa terdapat dalam prosa dan drama. Tokoh-tokoh yang muncul dibangun untuk melakukan sebuah objek. Tokoh yang termaksud secara psikologis menjadi wakil sastrawan, sastrawan kadang-kadang menyelinapkan pesan lewat tokoh. Pembicaraan tokoh bisa dianggap campuran dari tokoh tipe yang sudah ada dalam tradisi sastra, tokoh menjadi cermin diri sastrawan. Penggarapan tokoh yang matang akan menukik dalam protret diri. Tokoh yang digarap kental, dengan perwatakan yang memukau, akan menjadi daya tarik khusus. Tokoh tersebut tergolong orang-orang yang diamati oleh pengarang, dan pengarang sendiri akan masuk secara alamiah dalam karyanya.
2.2  Analisis Psikologi dari pembaca
2.2.1        Romantisme Kereta Kencana
Kereta Kencana diawali dengan hadirnya bunyi desau angin dan siluet-siluet di panggung dengan layar putih. Derap kaki kuda dari sebuah kereta kencana yang semakin mendekat terdengar semakin keras. Lalu terdengar pula sebuah suara, “Wahai dengarlah kau orang tua yang selalu bergandengan dan bercinta,siang dan malam bergandengan dua abad lamanya.
Kereta kencana akan datang menjemput, dengan sepuluh kuda dengan satu warna,” Kata suara yang muncul dari belakang panggung”. Sementara itu, seorang lakilaki tua duduk di atas sebuah kursi dalam kegelapan. Seorang perempuan tua yang diperankan oleh Niniek L Karim,tertatih membawa lampu templok.Menyalakan lampu ruangan dan bertanya-tanya kepada suaminya mengapa duduk melamun dalam kegelapan.
Ketika lampu menyala, guratan resah terlihat di wajah suaminya, bernama Hendri yang dilakonkan oleh Ikranagara. Setelah lampu dinyalakan, pasangan suami–istri yang digambarkan hanya hidup berdua saja, membahas tentang sebuah kereta kencana yang semakin sering saja terlihat dan terdengar.
“Mendengar kedatangan kereta kencana itu, tubuhku berkeringat, bukankah itu artinya kita akan mati bersama,” Kata sang suami mencoba menenangkan diri dari ketakutan. Jarum jam berdentang satu kali,Hendri membuka jendela dan desau angin dingin terdengar. “Kalau saat itu tiba, beginilah rasanya,” katanya lagi.Walaupun juga mengalami keresahan dan sedikit takut.
Namun, pasangan suami istri yang telah renta itu tetap berdialog dan saling menghibur.“Senyumlah sayangku,senyum di saat ini adalah sebuah kebudayaan,” Kata sang istri membujuk suaminya agar menutup jendela agar desau angin tidak masuk ke dalam rumah. Untuk mengisi kekosongan dan kesepian hari-hari tua tanpa seorang buah hati pun, pasangan suami–istri renta itu saling menghibur diri.
Mereka kemudian bermain badut dengan layangan. Mereka bisa tertawa bahagia sambil mengenang masa muda mereka yang telah berlalu. Pentas Kereta Kencana yang disutradarai oleh Putu Wijaya, berhasil menghibur penonton dengan menyisipkan lelucon dan humor segar dalam adegan teater mereka. Apalagi ketika sang suami menawarkan minuman bagi istrinya. “Mau anggur,brendi atau arak atau teh poci dari Jawa.
Teh ini dibuat dengan teknologi purba dan telah dipatenkan oleh PBB,” katanya disambut heboh tawa di bangku penonton. Tiba-tiba keceriaan mereka hilang, pasangan suami–istri renta itu mulai menangis, menyesali bahwa mereka tidak punya anak, walaupun telah dua abad menikah. Dalam sepi masa tua, pasangan itu mulai mendongeng tentang masa lalu. “Setelah pengembaraan panjang, kita sampai di sebuah gerbang, kita basah kuyup, tubuh menggigil, gigi gemeletuk.
Kita minta gerbang itu dibuka, tapi mereka tidak mau. Di balik gerbang itu ada padang rumput, ada kebun, taman dan bunga.Tapi kita tidak bisa masuk dan kita mengembara lagi selama 125 tahun,” Kata Hendri mengenang derita yang telah mereka lewati bersama di waktu muda”.
“Sekarang semua itu sudah hancur yang tinggal sekarang adalah lagu nina bobok,” kata mereka.Ketika melantunkan lagu nina bobok,Hendri mulai mengantuk dan tertidur. Namun,ketukan di pintu mengagetkan pasangan itu. Ternyata mereka kedatangan tamu yang mereka sebut paduka.
“Saya tidak pernah jadi menteri paduka karena saya hanya punya satu wajah.Tapi mereka para politikus punya 1001 muka,” kata Andri kembali disambut heboh tawa penonton. Ketukan di pintu, kembali mengagetkan mereka. Ternyata tamu yang datang adalah anakanak yang ingin bertamu.
Setelah semua masuk, Hendri berpidato tentang sebuah kereta kencana yang akan menjemput mereka berdua.Ketukan di pintu kembali terdengar. Ternyata yang datang adalah penguasa cahaya. Walaupun tamu-tamu yang datang adalah tamu yang tanpa wujud.
Namun, kepiawain dua aktor senior ini berakting, membuat seakan-akan mereka tengah menyambut tamu sesungguhnya.Juga ketika tamu anak-anak datang dan meramaikan rumah. Kepanikan suami istri yang merasa tidak bisa menerima tamu dalam jumlah banyak karena rumah mereka yang kecil terlihat.
3.      Kesimpulan
Bahwa hidup akan berpindah ke tempat yang akan dibawa oleh ”Kereta Kencana”, yaitu suatu tempat yang penuh ”cahaya terang dan kebenaran” yang antara lain menyediakan ruang bagi kenikmatan cinta yang tidak badaniah yang abadi. Sedangkan hidup di dunia ini pun tetap memberikan ruang kepada makna patriotisme, perjuangan menegakkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, dan segala yang baik. Tampaknya dengan karyanya ini Rendra menyatakan tidak sejalan dengan pandangan absurdisme, termasuk yang ada di dalam karya Ionesco itu. Dengan kata lain, Rendra mengkritisi dengan kreatif karya teks ”The Chairs” itu. Kalaupun hendak dicari rujukannya di dalam percaturan pemikiran filosofis di Barat, maka pandangan Rendra dalam ”Kereta Kencana” bisa diperoleh dalam wacana Eksistensialisme Berketuhanan (Theistic Existentialism) Soren Kierkegaard, yang memandang dalam hidup yang absurd/kosong/sia-sia sekalipun bisa dimungkinkan ditemukannya adanya makna lewat faith alias kepercayaan/keyakinan/ spiritualisme/agama ataupun ideologi sekuler.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dalam ”Kereta Kencana” itu diungkapkan pandangan Absurdisme itu dianut oleh Kakek, pada awalnya. Antara lain pernyataannya bahwa hidup ini hampa dan sia-sia dan kosong. Dalam perjalanan cerita di pentas, Nenek berhasil menggiring Kakek memeluk sebuah faith, yang akhirnya Kakek meninggalkan pandangan tersebut, dan yakin hidup ini bermakna.
4.      Daftar Pustaka
http://cabiklunik.blogspot.com/2009/11/membandingkan-chairs-ionesco-dengan.html

Analisis Naskah Drama "THEATRUM" karya Akhudiat



1.      Pendahuluan
Drama merupakan salah satu genre sastra yang menarik untuk dibahas. Istilah drama berasal dari Yunani, yaitu dramoi yang berarti ‘aksi’ atau ‘perbuatan’. Istilah drama itu sendiri sudah menyiratkan makna ‘peristiwa’, ‘karangan’, dan ‘risalah’.
Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan di anatara tokoh-tokoh yang ada. Drama juga secara eksplisit memperlihatkan adanya petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan tokoh (Hall dalam Wahyudi, 2006: 104).
Drama pada awalnya digunakan dalam suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Akan tetapi, ritual tersebut mengalami perkembangan menjadi oratoria, yaitu seni berbicara, kemudian berkembang menjadi drama.
Salah satu jenis drama yang berkembang adalah drama realisme. Realisme adalah aliran atau ajaran yang selalu berpegang pada kenyataan, dan dalam kesenian, aliran ini berusaha mengungkapkan sesuatu sebagaimana kenyataan yang ada. Realisme digambarkan sebagai peniruan, bukan dari karya seni tradisi, melainkan peniruan dari aslinya yang disajikan oleh alam.
Drama realis bermula pada abad 19. Drama ini bertolak dari pikiran positifitis orang Eropa. Drama realis pada umumnya merupakan usaha untuk menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana subjek itu tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa melebih-lebihkan. Drama realis ingin memberikan wawasan dalam kenyataan kehidupan, memperlihatkan kebenaran, bahkan tanpa menyembunyikan keburukan-keburukan yang ada. Pada umumnya, apa yang dikemukakan oleh drama realis adalah suatu kebenaran umum atau wajar.
2.      Analisis Theatrum
2.1  alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum sebab-akibat (Sumardjo, 1994: 139). Alur merupakan salah satu aspek penting dalam drama karena alur merupakan pembentuk kerangka cerita. Aristoteles bahkan menyatakan bahwa alur adalah roh drama (Sumardjo, 1994: 141).
Alur dalam naskah Thetrum ini adalah alur alur maju atau linear, yaitu peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita tersusun menurut urutan waktu terjadinya (chronological order) secara berurutan. Alur ini berlangsung secara kontinyu dan memuncak.
1.      Unsur ketegangan (suspense)
Ketidakpastian yang berkepanjangan dan semakin menjadi-jadi akan menimbulkan ketegangan. Adanya ketegangan dalam drama menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu penonton dari awal sampai akhir suatu cerita.
2.      Unsur dadakan (surprise)
Unsur dadakan akan menyusun cerita sedemikian rupa hingga muncul dugaan-dugaan yang tidak disangka-sangka oleh pembaca dan mengagetkan.
3.      Unsur ironi dramatik
Unsur ini membentuk pernyataan-pernyataan atau perbuatan-perbuatan tokoh cerita yang seakan-akan meramalkan apa yang akan terjadi.
Dalam drama Theatrum, terlihat unsur ketegangan dan unsur dadakan. Unsur ketegangan terjadi ketika Oknum Hakim ingin melanjutkan tuduhan-tuduhan  terhadap kasus yang di lakukan oleh Terdakwa.
Oknum Hakim :
Terserah, terdakwaq, pengadilan sesat atawa tersesat yang jelas… lanjutkan Tuan jaksa, membacakan tuduhan-tuduhannya!
Terdakwa tidak menghormati pengadilan Empat, terdakwa berbelit-belit Lima, terdakwa dalam keadaaan waras dan sehat wal afiat, berdasarkan bukti-bukti menyakinkan dengan ini terdakwa dituntut dengan hukuman 20 tahun potong tahanan.
Oknum Jaksa :
Tuduhan-tuduhan sebagai berikut: satu, terdakwa sadis, dua kepala dihabisi sekali tebas dua nyawa melayang Dua, terdakwa tidak kooperatif Tiga.
.
.
.
.
Terdakwa :
Pengangguran dan kelaparan muaranya kriminalitas, rebutan lahan dan pangan. Terlalu benyak geng preman untuk satu kota. Kota pun jadi ajang pernag dan kekearasan. Limgkaran setan bikinan manusia sendiori. Saya cumin salah satu korban perang dan kekerasan kota. Dan kalian abdi hukum ternyata cumin mengabdi kata per kata prosedur hukum bukan hati nurani kalian sendiri.
            Unsur dadakan dalam Drama Theatrum, yakni ketika terdakwa menolak atas putusan vonis Oknum Hakim.
Terdakwa :
Saya menolak. Minta vonis seumur hidup, tuan-tuan hamba wet!
Tiga Oknum :
Dipertimbangkan
Terdakwa :
Prosedur lagi, prosedur lagi. Tambah kebijaksanaan, bijak sana-injak sini. Jadilah undang-undang dan hukum molor-mengkeret seperti karet Kapan pastinya? Dan sidang pengadilan jadi sandiwara-drama-tonil, alias ethok-ethok. Seolah-olah. Saya salah satu korban sandiwara kalian. Kita teruskan sandiwara ini.
2.2  Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya yang membangun cerita (Sudiman dalam Teeuw, 2003: 44). Latar dibedakan atas dua macam yaitu latar sosial dan latar fisik atau material (Hudson dalam Teeuw, 2003: 44). Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, dan bahasa. Latar fisik adalah tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu ruang, bangunan, lokasi dan sebagainya.
            Latar sosial dalam Theatrum yaitu lingkungan para orang berdasi yang barada di bidang hukum untuk membahas suatu perkara tindak social di masyarakat.
            Latar fisik dalam Theatrum yaitu dalam situasi sidang perkara kasus pembunuhan.
Terdakwa ;
Aku terdakwa dalam kasus pembunuhan yang tak pernah kulakukan. Ini memang pengadilan sesat. Tentu saja, mulainya dari para penyidik di kepolisian. Mereka ngarang. Terlalu berbakat.
Sebuah stasiun kecil di luar kota, di seberang rel sana kebun tebu luas sekali, dari sungai di barat sampai jalan raya antarkota di timur. Antara rel dan tebu tanah lapang kosong. Pagi-siang-sore tempat main bola. Malam hari tanpa penerangan listrik arena tawar-menawar sebelum mereka menelusup di tebu-tebu: lelaki main perempuan-perempuan main lelaki. Benar-benar romantic picisan. Beralas dedaunan tebu musim panas, atau sewa tikar pandan berbungkus plastic di musim hujan. Tebu-tebu bergoyang, berpasang-pasang sedang bermain dalam gelap bagai kucing suka gelap-gelapan.
Ketika menjelang subuh sepasang lelaki-perempuan yang menelusup rumpun tebu dekat tanggul sungai, terinjak pasangan lain dan yang terinjak itu sama sekali bergeming. Keduanya ternyata sudah mayat dengan leher terjerat.

2.3  Tokoh dan penokoahan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1991: 16). Tokoh-tokoh dalam drama ini adalah Terdakwa, Desas, Desus, Oknum Hakim, Oknum Jaksa, Oknum Polisi, sebuah kepala, sicipta alias si anu, pabrikan, buruh, lawyer, Bank. Berdasarkan fungsinya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral dapat dibagi menjadi tokoh protagonis, antagonis, dan wirawan atau wirawati.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang memegang peran pimpinan atau tokoh utama dan menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Tokoh antagonis adalah tokoh yang merupakan penentang utama dari protagonis. Tokoh wirawan atau wirawati juga merupakan tokoh penting yang cenderung dapat menggeser kedudukan tokoh utama. Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.
Berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh datar (tokoh sederhana) dan tokoh bulat (tokoh kompleks). Tokoh datar diungkapkan satu segi wataknya saja sedangkan tokoh bulat ditampilkan lebih dari satu. Selain itu, tokoh bulat juga mampu memberikan kejutan dengan munculnya segi watak lain yang tak terduga.tokoh datar dalam Theatrum yaitu Bank, Buruh & Pabrikan, Desas, Desus.
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman dalam Sudjiman, 1991: 23). Metode penyajian penokohan dapat dibagi menjadi metode langsung, tak langsung, dan kontekstual. Metode langsung dipakai pengarang yang langsung mengisahkan sifat-sifat tokoh hasrat, pikiran, dan perasaannya. Jika pembaca harus menyimpulkan watak tokoh dari pikiran, cakapan, dan lakuan, metode yang dipakai adalah metode tak langsung.
Watak Terdakwa : selalu mambantah kepada Oknum yang berada di kejaksaan, berani ambil resiko terhadap apa yang dikatakan, berani bertanggung jawab.
Terdakwa :
Pengangguran dan kelaparan muaranya kriminalitas, rebutan lahan dan pangan. Terlalu benyak geng preman untuk satu kota. Kota pun jadi ajang pernag dan kekearasan. Limgkaran setan bikinan manusia sendiori. Saya cumin salah satu korban perang dan kekerasan kota. Dan kalian abdi hukum ternyata cumin mengabdi kata per kata prosedur hukum bukan hati nurani kalian sendiri.

Terdakwa :
Saya menolak. Minta vonis seumur hidup, tuan-tuan hamba wet!
Watak Desas dan Desus : suka beranggapan yang aneh yang belum tentu itu kenyataannya.
Desas :
Duta kan masih jomblo
Desus :
Jomblo apanya? Sukak kluyuran-keliaran di Taman Bencongan.
Desas :
Hah?!
Desus :
Ya, apalagi di sana kalo bukan main sipel.
Desas :
Huek!!
Watak Tiga Oknum : tidak konsisten terhadap apa yang telah di sampaikan. Berbelit-belit dalam mengambil keputusan.
Tiga Oknum :
Kamu di vonis 20 tahun.(Hakim meukul palu:DOK!!)
Terdakwa :
Saya menolak. Minta vonis seumur hidup, tuan-tuan hamba wet!
Tiga Oknum :
Dipertimbangkan!!




Watak sebuah kepala : sangat tegas.
Kepala :
Ini juga bukti bahwa kata-kata makan korban
Watak sicipta Ami alias Si anu : Mudah terpengaruh terhadap bujukan Lawyer.
Lawyer :
Hai, kalian, pencipta barang anu alias sicipta anu, pabrikan, dan buruh, kalian semua butuh lawyer. Saya lawyer. Akan aku bantu kalian. Demia uang kalian aku sepak kambing-kambing lain. Kau punya uang? Uang, uang, punya kau? Ha?!
Si cipta anu :
Ya, aku punya sedikit.
Watak pabrikan dan buruh : sama dengan watak sicipta anu yaitu mudah percaya terhadap lawyer yang akan malindunginya.
Buruh & pabrikan :
Oke-oke aja! Kami cinta sicipta anu. Kami cinta kamu! Kau lawyer haibat!di mana kami tandatangani?
Lawyer :
Disini, dong?
Buruh & pabrikan :
Bagus! Bikin masalah dengan masalah! Dan kami akan memroduksi produk anu kita dengan segera!
Watak Lawyer : suka menawarkan kemahirannya dalam bidang hukum untuk membela clientnya walau itu bwlum tentu benar.
Lawyer :
Hai, kalian, pencipta barang anu alias sicipta anu, pabrikan, dan buruh, kalian semua butuh lawyer. Saya lawyer. Akan aku bantu kalian. Demia uang kalian aku sepak kambing-kambing lain. Kau punya uang? Uang, uang, punya kau? Ha?!
Watak Bank : percaya kepada lawyer
Bank :
Aku rundingan dulu dengan lawyerku.



3.      Kesimpulan
Bahwa hukum di Negara kita Indonesia ini benar-benar sangat memprihatinkan. Bias untu di perjual belikan. Yang salah jadi benar dan yang benar bias jadi yang salah dan menanggung akibatnya. Pencuri sandal di masjid atau pencuri buah semangka untuk di makan saja bias di usut dan dihukum 5 tahun penjara. Sedangkan orang yang korupsi milyaran rupiah hanya di hukum 1,5 tahun penjara. Tak sebanding dengan apa yang telah mereka perbuat. Semoga hukum kita di Indonesia benar-benar sangat bijaksana nantinya.

LKS kur 13 teks Eksplanasi



LEMBAR KEGIATAN SISWA I



Text Box: Nama Siswa :_____________________________
Kelas :_____________________________
Tanggal :_____________________________
 






Indikator:
1.       Menentukan  struktur  dan isi teks Eksplanasi
2.      Menentukan cirri-ciri bahasa  teks Eksplanasi
3.      Menentukan kata, istilah dalam teks eksplanasi
4.       menafsirkan makna teks eksplanasi

Petunjuk: Kerjakan soal di bawah ini dengan tepat!

TSUNAMI
Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh macam-macam gangguan di dasar samudra. Gangguan ini dapat berupa gempa bumi, pergeseran lempeng, atau gunung meletus. Tsunami tidak kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin membesar.
Tsunami juga sering disangka sebagai gelombang air pasang. Ini karena saat mencapai daratan, gelombang ini memang lebih menyerupai air pasang yang tinggi daripada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara alami oleh tiupan angin. Namun sebenarnya gelombang tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut. Karena itu untuk menghindari pemahaman yang salah, para ahli oseanografi sering menggunakan istilah gelombang laut seismik (seismic sea wave) untuk menyebut tsunami, yang secara ilmiah lebih akurat.
 Sebab-sebab terjadinya gelombang tsunami
Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam gangguan (disturbance) berskala besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng, meletusnya gunung berapi di bawah laut, atau tumbukan benda langit. Tsunami dapat terjadi apabila dasar laut bergerak secara tiba-tiba dan mengalami perpindahan vertikal.
 Langkah yang harus dilakukan Sinoman Sadar Bencana ini antara lain :
  1. Petakan daerah rawan genangan tertinggi tsunami, jalur evakuasi, dan tempat penampungan sementara yang cukup aman.
  2. Berkoordinasi dengan Badan Meterologi dan Geofisika (BMG), kepolisian, pemerintah daerah, dan rumah sakit. Jika data dari BMG mengenai peringatan dini bencana tak bisa diharapkan kecepatannya, komunitas ini harus menghimpun gejala-gejala alam yang tidak biasa terjadi.
  3. Melakukan pertemuan rutin untuk menambah pengetahuan mengenai gempa dan tsunami. Jika perlu, mendatangkan ahli.
  4. Melakukan latihan secara reguler, baik terjadwal maupun tidak terjadwal.
  5. Buat deadline waktu respon evakuasi untuk diterapkan saat latihan agar dalam bencana sesungguhnya telah terbiasa merespon secara cepat.
  6. Buat kode tertentu yang dikenali masyarakat sekitar untuk menandakan evakuasi. Semisal di Pulau Simeuleu yang paling dekat dengan episentrum gempa Aceh, memiliki istilah Semong yang diteriakkan berulang kali untuk menunjukkan adanya tsunami. Dengan kode ini, otomatis harus dilakukan evakuasi secepatnya ke tempat yang lebih tinggi.Menyebarkan gambar peta evakuasi di pelosok daerah tempat anggota komunitas tinggal.
  7. Menyebarkan gambar peta evakuasi di pelosok daerah tempat anggota komunitas tinggal.
Sedangkan langkah yang harus dilakukan tiap individu adalah :
  1. Siapkan satu tas darurat yang sudah diisi keperluan-keperluan mengungsi untuk 3 hari. Di dalamnya termasuk, pakaian, makanan, surat-surat berharga, dan minuman secukupnya. Jangan membawa tas terlalu berat karena akan mengurangi kelincahan mobilitas.
  2. Selalu merespon tiap latihan dengan serius sama seperti saat terjadinya bencana.
  3. Selalu peka dengan fenomena alam yang tidak biasa.
Untuk membaca tanda-tanda alam sebelum terjadinya tsunami, Amien Widodo memberikan sejumlah petunjuk berdasarkan pengalaman tsunami-tsunami sebelumnya.
  1. Terdengar suara gemuruh yang terjadi akibat pergeseran lapisan tanah. Suara ini bisa didengar dalam radius ratusan kilometer seperti yang terjadi saat gempa dan tsunami di Pangandaran lalu.
  2. Jika pusat gempa berada di bawah permukaan laut dikedalaman dangkal dan kekuatan lebih dari 6 skala richter, perlu diwaspadai adanya tsunami.
  3. Jangka waktu sapuan gelombang tsunami di pesisir bisa dihitung berdasarkan jarak episentrumnya dengan pesisir.
  4. Garis pantai dengan cepat surut karena gaya yang ditimbulkan pergeseran lapisan tanah. Surutnya garis pantai ini bisa jadi cukup jauh.
  5. Karena surutnya garis pantai, tercium bau-bau yang khas seperti bau amis dan kadang bau belerang.
  6. Untuk wilayah yang memiliki jaringan pipa bawah tanah, terjadi kerusakan jaringan-jaringan pipa akibat gerakan permukaan tanah.
  7. Dalam sejumlah kasus, perilaku binatang juga bisa dijadikan peringatan dini terjadinya tsunami. Sesaat sebelum tsunami di Aceh, ribuan burung panik dan menjauhi pantai, sedangkan gajah-gajah di Thailand gelisah dan juga menjauhi pantai.



1.      Setelah berdiskusi dengan teman sebangkumu, cobalah tulis apa yang dimasud dengan teks eksplanas?
.........................................................................................................................................................................................................................
2.      Setelah membaca teks “Tsunami” cobalah kalian analisis berdasarkan struktur teksnya!
No
Struktur Teks
Bunyi teks (Paragraf)
1





2





3





4







3.      Tentukan ide pokok dari teks Tsunami yang telah kalian baca, temukan pula unsure kebahasaan dalam teks itu!
4.      Buatlah teks eksplanasi dengan tema bencana alam. Dengan memperhatikan struktur teksnya!